Oleh Redo Sobirin
Mahasiswa UIN Bukittinggi
Dikalangan Mahasiswa, nama HMI, (Himpunan Mahasiswa Islam) tentu bukan suatu hal yang asing lagi, dan kebanyakan dari mahasiswa, baik yang terlibat didalamnya atau yang hanya mendengar tentangnya, tentu mempunyai asumsi masing masing terhadap organisasi kemahasiswaan tersebut. Dan tentu saja pandangan baik atau buruk tidak akan bisa lepas dari pandangan setiap orang.
HMI sendiri terlahir ketika bangsa ini masih berumur sangat belia, tepatnya pada saat negeri ini masih berumur dua tahun, oleh seorang tokoh yang sangat nasionalis sekaligus religius, yaitu Lafran Fane dan teman temannya, pada masa itu, bangsa ini masih sangat membutuhkan perjuangan perjuangan yang mesti bisa melengkapi dan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Semenjak saat itu, atau lebih tepatnya, semenjak berdirinya, hingga hari ini, HMI hadir sebagai sebuah wadah yang mampu menampung ratusan bahkan ribuan kader yang bergerak dan berproses didalamnya. Dengan sejarah yang begitu panjang, HMI telah membuktikan bagaimana kontribusinya sebagai sebuah Oganisasi dalam membentuk kader kader yang dipenuhi intelektual dan menjadi penerus bangsa dimasa yang akan datang.
Maka bicara tentang HMI, tentu saja kita bukan hanya bicara tentang sebuah Organisasi mahasiswa yang mencetak manusia manusia berkualitas, akan tetapi kita juga akan bicara tentang sebuah nama besar yang ada didalamnya, yaitu Islam, HMI membawa nama yang begitu besar, yaitu agama Islam, dan mengangkat nama mahasiswa, yang apabila dipadukan, maka lengkaplah antara ketaatan dan intelektual, dan kita tidak akan merasa heran jika HMI menjadi sebuah wadah yang sangat luar biasa dengan kontribusi yang sangat luar biasa pada masa lampau.
Akan tetapi jika melihat pada masa sekarang, akankah HMI masih layak untuk dikatakan sebagai wadah pengkaderan umat?, masih layakkah gelar tersebut disandangkan? Tentu saja pertanyaan tersebut kerap kali timbul, bukan hanya dari lingkungan yang berada diluar HMI, akan tetapi sering kali pertanyaan tersebut timbul dari orang orang yang telah tergabung didalam HMI itu sendiri.
Maka dengan melihat problematika yang terjadi di hari ini, maka tidak mengherankan jika pertanyaan tersebut muncul dengan begitu spontan dari setiap individu yang merasa tidak puas dengan HMI itu sendiri.
Maka sejatinya, jika kita melihat yang terjadi hari ini, pertanyaan tersebut bukanlah substansi yang mesti dijawab, akan tetapi yang mesti dilakukan adalah melakukan perubahan perubahan yang dibutuhkan didalam tubuh HMI itu sendiri, bukan justru terfokus pada pertanyaan pertanyaan tersebut, karena kembali lagi kepada sejarah, HMI hadir hanya sebagai wadah yang menampung wujud pengkaderan dari mahasiswa yang ada diseluruh Indonesia, dengan persyaratan yang sangat sederhana, yaitu Islam dan Mahasiswa, maka jika seseorang telah menjadi Islam dan merupakan seorang Mahasiswa, maka tidak ada larangan baginya untuk berkiprah dan menjejakkan dirinya di HMI.
Maka jika ada yang masih menyampaikan pertanyaan tentang, akankah HMI masih layak disematkan sebagai organiasai pengkaderan umat?, maka yang mesti dilakukan bukan menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi memperbaiki kualitas orang orang yang ada didalamnya terlebih dahulu, karena warna dari sebuah gelas kaca akan mengikuti dari warna air apa yang memasukinya, jika yang memasukinya adalah air yang kotor, maka kita akan menemukan bahwa gelas tersebut akan menjadi kotor juga. Sama halnya dengan HMI, kelayakan HMI sebagai kader umat bukanlah hal yang mesti dipertanyakan, akan tetapi apa saja yang telah dilakukan atau apa peran dari kader HMI itu sendirilah yang mesti dipertanyakan.
HMI mempunyai anggota dengan jumlah ratusan ribu yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, akan tetapi jika melihat kepada yang benar benar mempunyai kiprah dan benar benar menunjukkan kontribusinya terhadap HMI itu sendiri, maka kita akan melihat bahwa hanya segelintir dari yang benyak tersebut, dan kita akan menemukan banyaknya ketimpangan yang terjadi didalamnya, dan dari yang sedikit tersebut kita akan melihat kekurangan aktifan dari Kader HMI itu sendiri, yang mengakibatkan banyak dari kader HMI atau mahasiswa pada umumnya tidak menyadari betapa besarnya peranan yang mesti ia lakukan dan tunjukkan didalam lingkungan masyarakat.
Maka itulah yang terjadi, disebabkan kurangnya kesadaran dari setiap individu tersebut, menyebabkan banyak dari kader HMI yang sibuk sendiri dengan rutinitasnya sebagai generasi Z atau yang sering disebut sebagai generasi rebahan, dan tidak heran, jika banyak orang yang mempertanyakan peran HMI dimasa kini, yang disebabkan oleh kader kader yang selalu merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya, dan tidak pernah mau beranjak dari zona nyaman yang telah dibentuk dari kemalasan mereka itu sendiri.
Dan jika yang patut disalahkan didalam hal ini, bukanlah nama HMI itu sendiri, akan tetapi yang patut disalahkan adalah orang orang yang merasa bahwa dirinya telah cukup dengan apa yang ia miliki, sehingga membentuk sekelompok orang orang yang pintar dalam pemikiran akan tetapi dipenuhi kemalasan dan selalu dekat dengan kasur untuk rebahan, yang mesti disaingi itu adalah pemikiran dan intelektual, bukan jam tidur koala atau panda.[*]