Penulis: Rahma Yati
Mahasiswi Sejarah Peradaban Islam
UIN Sjceh M Djamil Djmbek Bukittinggi
Ada, banyak sekali kisah masa lampau yang msasih tersimpan dalam puing puing sejarah, yang belum terkonstruksi dengan baik dan benar, sama halnya dengan sebuah candi yang ada di Pasaman Lebuh tepatnya di Jorong Tanjung Medan, Desa Nagari Petok, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat.
Penemuan kompleks candi itu dimulai ketika diadakan proyek pembuatan saluran irigasi. Semula saluran itu direncanakan melewati lahan, yang kemudian merupakan Situs Candi Tanjungmedan I. Situs tersebut semula digunakan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat setempat.
Sebelumnya merupakan lahan perkebunan kelapa milik negara. Oleh karena di lahan tersebut ditemukan sisa runtuhan candi bata, maka lokasi rencana pembuatan saluran irigasi itu digeser ke arah barat seperti keadaannya sekarang. Situs itu memiliki enam sisa reruntuhan candi yang tersebar di area tersebut.
Dari keenam sisa reruntuhan candi tersebut, hanya empat candi yang telah dipugar, yaitu Candi Tanjungmedan I, Candi Tanjungmedan II, Candi Tanjungmedan V dan Candi Tanjungmedan VI. Candi Tanjungmedan III dan IV tidak dapat dipugar karena sisa reruntuhan yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan pemugaran.
Candi Tanjungmedan kali pertama dilaporkan oleh Gubernur Pantai Barat Sumatera (Gouverneur Sumatra’s Weskust) kepada pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Watenschappen pada 1866. Dalam laporannya itu ia menyebutkan adanya reruntuhan bangunan bata berupa gundukan berbentuk seperti menara di daerah Pasaman.
Berdasarkan bentuk bunga teratai dan isi prasasti emas tersebut disimpulkan bahwa Kompleks Candi Tanjungmedan merupakan kompleks percandian agama Buddha Mahāyāna, dan berasal dari masa sekitar abad ke-12–13 Masehi. Menurut cerita rakyat setempat Candi Tanjungmedan dikenal pula sebagai Candi Puti Sangkar Bulan.
Rekonstruksi sejarah berdasarkan cerita rakyat adalah salah satu narasi sejarah yang sangat menarik untuk dikaji, seperti kisah tentang Candi Tanjung medan itu sendiri, yang secara tidak langsung menceritakan kehidupan masyarakat pasaman pada masa itu dengan kisah yang menarik seperti yang dimulai dengan kata Dahulu kala, atau dahulu sekali, atau konon.
Namun terlepas dari itu semua, kisahnya cukup maenarik sekali dan unik yang mana di suatu daerah yang dikenal dengan daerah Rao, Pasaman, ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan kerajaan bendi,nah bendi merupakan sebuah kerajaan masyhur lagi permai adalah kerajaan Di atas Angin. Kerajaan ini dipimpin oleh raja dikenal perkasa dan ditakuti oleh kerajaan kerajaan lainnya di kenal dengan gelar Raja Songek Baung.
Tersebut Puti Sangka Bulan, Kona bersebab penggambaran kecantikan yang dimilikinya inilah namanya berasal: Puti disangka Bulan. Berita kecantikan Puti Sangka Bulan tersiar hingga ke telinga Rajo Songek Baung Ito, Maka terbesit lah hati raja muda tu untuk mendatangi dan meminang Puti Sangka Bulan.
Serupa aliran air bermuasal dari mata air, hati pun demikian. Perasaan tentunya tak mampu dikendalikan oleh siapapun kecuali oleh si pemilik hati. Kedatangan Rajo Bongok Baung berujung pilu. Puti Sangka Bulan enggan dinikahi oleh pemilik tampuk kekuasaan Kerajaan di Atas Angin itu. Pantang bagi Raje Songek naung mendapat perlakuan demikian.
Tabiatnya yang keras membuat emosinya mudah terpantik, la murka. Hal Itu membuat Puti Sangka Bulan berusaha melarikan diri. Andalnya kekuatan pengawal yang dibawa Rajo Songek Baung jelas akan membuat pergerakan Puti Sangka Bulan terbatas.
Dengan segenap upaya, sang Puti berhasil melarikan diri hingga ke Semarang, Temasek, bahkan menuju kerajaan Aru. Nahas, pelarian Puti Sangka Bulan tetaplah tidak berarti Demi mencari Puti Sangka Bulan, Rajo Songek Baung dan pengikutnya terus melalang buana, tak peduli dengan nama besar karajaan yang disandang kerajaan lainnya.
Kerajaan kerajaan dan bata pasukan yang diharapkan sebagai tempat berlindung dan mempertahankan Puti Sangka Bulan, nyatanya dibuat tak berdaya dibuat pengawal Rajo Songek Baung. Hingga kekuatan sang Puti terus terpuruk. Den kerajaan Aru menjadi pelariannya terakhir sebelum sesaat kemudian Puti Sangka Bulan mesti menyerah kepada Rajo Songek Baung.
Sebelum dibawa, perempuan itu mengajikan syarat kepada Rajo Songek Baung dan pasukannya, agar la diangkut dengan menggunakan best. Hingga, tibalah rombongan di Kerajaan di Atas Angin. Dan sesaat sivar Dali keranda besi, berkata lah Puti Sangka Balun kepada Rajo Songek Baung agar dibangun biara dari batu bata, disertai medan luas, untuk arena penyatung ayam dan pagelaran bunyi-bunyian.
Puti Sangke Bulan pun meminta agar percepatan digelar selama lima belas hari, lima belas malam. Tanpa pikir panjang, Raje Songek Baung lekas memerintahkan membuat percandian. Maka dengan bersama-sama, pasukannya dan penduduk ligat membentuk batu bata dari kampung Pancalon Rao. Peradaban terus berubah. Rakyat terus bertambah dan Mara Tanjung Medan milik Puli Sangka Bulan itu masih asri dengan hamparan rumput hijau di sekelilingnya.
Dilain sisi, di pihak kerajaan, Puti Sangka Bulan terus menjalani hari-hari dengan keterpaksaan bersama suami yang tidak dicintainya. Hingga ta bersumpah, setiap anak dan keturunannya dengan Rajo Songek Baung akan berpantang tanah dan bunga. Nah, sejarah yang dibalut oleh kisah Mistika biasanya bisa menjalin hubungan emosional yang kuat dan kokoh antar tokoh yang hadir didalam kisah tersebut.[*]