LUBUK BASUNG, Marapi Post-Sebagai ibukota Kabupaten Agam, Sumatera Barat, industri rumah tangga terus. Berbagai jenis industri rumah tangga tumbuh. Lusya Agustin (42) memintal benang menjadi produk fashion yang modis.
Berbekal keahliannya yang ia miliki, merajut benang jadi karya yang indah, ia buka usaha dirumah orang tuanya di Monggong, Nagari Persiapam Surabayo, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Lusya Agustin yang akrab disapa Uci, sehari-hari sibuk memainkan jari-jemarinya memintal benang katun dijadikan prodak yang indah bernilai jual tinggi. Aktivitas itu dimulai semenjak beberapa bulan lalu
Usaha rajutan yang digelutinya ini mulai serius ia tekuni semenjak tahun 2015, 6 tahun lalu. Hasil industri dengan merk Uni Uci itu, ia rintisnya ketika merantau ke Pulau Jawa, tapi tidak disebutkan rantau dimana.
Keteranpilan merajut ini ia perdapat ketika masih berada di bangku kelas 5 SD. Kenangan bersama dengan nenek Syarikan (Almarhumah) awal mulai mengenal kerajinan rajutan. Nenek hobi menjarum benang jadi prodak yang indah.
Semenjeka belajar dengan nenek, sudah tertarik dengan seni merajut yang biasa dilakukan nenek, jelas Lusy. Bukan hanya sang nenek, ibundanya pun juga sangat piawai dalam merajut. Sejak kecil, terang Lusy, ibu sudah membuat alas meja sendiri, tutup jamba, hiasan dinding. Nenek dan ibu dimasa itu, sering mengajarkan cara merajut”, kenang mantan altet silat Satria Muda Agam tahun 1998 itu.
Berbekal pengalaman di rantau, Lusy seakan mendapat inspirasi untuk melanjutkan usaha kerajinan rajut sebagai bisnis yang menjanjikan. Menurutnya, jika dahulu rajutan identik dengan pakaian, kini kerajinan tangan itu telah merambah ke fashion.
Diantaranya, sebut Lusy, sepatu, tas, domko, sweeter, masker, topi, sarung tangan, dan lain-lain. Malah, terang Lusy, rajutan juga dapat dikreasi jadi dekorasi ruangan, diantaranya bunga, gantungan bunga, sarung gelas, sarung bantal dan tempat tisu juga dijarum dengan cara dirajutan”, terang Lusy.
Dimasa pandemi Covid-19, Lusy terus berusaha menyesuaikan kreasi rajutannya dengan situasi. Produk-produk rajutannya lebih diarahkan ke alat pelindung diri seperti masker dan holder masker. Masker yang dibuat tetap dilapisi kain, sehingga dari segi keamanan tetap dapat, modisnya juga dapat, terang Lusy.
Dalam menghasilkan satu produk, ia tidak membutuhkan waktu lama. Membuat baju misalnya, merajut hanya menghabiskan waktu 4 hari, sepatu rajut jika fokus bisa kelar dalam 2 jam, masker kelar dalam 1 jam. Lama waktu terpakai untuk memproduksi tergantung mood, jika fokus tidak begitu memakan banyak waktu, ungkap Lusy yang pernah mengajar sebagai guru di SD Negeri 58 itu.
Harga penjualan baju dan sepatu Rp150-400 ribu, masker cuma Rp25 ribu, tas handphone Rp75 ribu. Sejak awal mendirikan bisnis rajutan, Lusy belum mempekerjakan karyawan. Semua ia kerjakan sendiri, termasuk mendesain model produknya. Terhadap pemasaran pun, hanya mengandalkan akun media sosial Facebook, dan pertemuan.
Produk Lusy ini juga sudah dikenal pada berbagai kalangan, mulai dari pelajar hingga kalangan kelas menengah ke atas. Berbisnis di kampung halaman, Lusy mengaku tetap optimis usaha yang digelutinya itu menemukan pasarnya sendiri, seperti halnya ketika ia di Pulau Jawa.(LUKMAN)