KAYU TANAM, marapipost.com-Stasiun Kayu Tanam Padang Pariaman; Sumatera Barat dapat perhatian pemerintah pusat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, gelar lagi Galanggang Arang, gelaran budaya mengadopsi pola kerja penyelenggaraan Alek Nagari (Pesta Rakyat). Acara bergengsi itu diselenggarakan di Kantor Camat Kayutanam Jumat (19/7/2024) hingga Sabtu (20/7/2024).
Galanggang Arang menyoroti konsep kuratorial sangat terkait dengan sejarah pembangunan industri pertambangan batubara di Sumatra Barat, oleh Kolonial Belanda yang dimulai pada akhir abad ke-19. Pengaruh pembangunan tambang batubara di Sawahlunto, tidak hanya sebatas sektor ekonomi, tetapi juga mempengaruhi perkembangan infrastruktur dan kondisi sosial masyarakat Sumatra Barat secara luas.
Pengakuan UNESCO, dengan penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) pada tahun 2019 memberikan legitimasi untuk menjaga dan merawat warisan itu sebagai bagian penting terhadap peradaban manusia.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti, mengungkapkan, bahwa Galanggang Arang 2024, tidak hanya menjadi ajang perayaan, namun juga sebagai upaya konkret dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya di Sumatra Barat, untuk merawat dan memahami nilai-nilai warisan budaya mereka.
“Melalui tema Anak Nagari Merawat Warisan Dunia, kegiatan ini membawa pesan kuat tentang pentingnya keterlibatan aktif generasi muda dalam merawat dan memperkokoh warisan budaya kita”, tutur Irini pada kesempatan bertemu pada hari berbeda di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Koordinator Galanggang Arang, Mahatma Muhammad, dalam catatan kuratorialnya menerangkan, Galanggang Arang tahun 2024 ini, menggali lapisan sejarah, dan ingatan kolektif masyarakat yang kompleks di balik WTBOS, khususnya di Stasiun Kayutanam. Selain itu juga mengajak generasi muda lebih kritis dalam mengapresiasi, merawat, mengembangkan dan memanfaatkan warisan ini, katanya.
“Tema Anak Nagari Merawat Warisan Dunia menjadi sangat penting dalam konstelasi budaya yang terus berkembang di Sumatra Barat. Serta masyarakat dan komunitas anak nagari tidak cukup sebagai penonton, namun harus terlibat aktif dalam penyelenggaraan helatan,” ujar Mahatma.
Terhadap WTBOS yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Dunia pada tanggal 6 Juli 2019, Mahatma menyebut, pada masa kolonial, Tambang Batubara Ombilin di Sawahlunto berfungsi sebagai salah satu pusat eksploitasi sumber daya oleh pemerintah kolonial Belanda.
Batubara dari kawasan tambang Sawahlunto diangkut menggunakan kereta api sampai ke Padang, melalui jalur transportasi kereta yang kini menjadi bagian dari atribut dan properti WTBOS, termasuk cagar budaya Stasiun Kayutanam.
“Dibalik pengakuan dunia dan upaya merawat warisan budaya ini, terdapat kisah-kisah penderitaan yang dialami nenek moyang kita. Derita yang dialami itu tentu saja menuntut kita untuk mengungkap dan menceritakan kembali sejarah ini, bukan hanya untuk mengenang, tetapi juga untuk menghormati dan memberikan pengakuan yang layak atas perjuangan mereka”, tuturnya.[*/lk]