LUBUK BASUNG, Marapi Post-Kawasan hutan yang dimanfaatkan dalam skema Perhutanan Sosial (PS) di Kabupaten Agam, jelas Kepala UPTD KPHL Agam Raya, Ir. Afniwirman Selasa (6/10/2020), sudah mencapai 13.000 ha lebih, terdiri dari 13 hutan nagari dan 3 hutan kemasyarakatan.
Agar manfaatnya lebih dirasakan manfaatnya bagii kesejahteraan masyarakat, perhutanan sosial di Kabupaten Agam butuh sinkronisasi dan peningkatan kapasitas pengelolaan, skema perhutanan sosial di Kabupaten Agam sudah berjalan semenjak tahun 2016, tapi hingga kini baru 14 yang memiliki legalitas, katab Afniwirman.
Tahun 2016 diusulkan 10 kelompok perhutanan sosial, tahun 2017 keluar izin sebanyak 9 kelompok, pada tahun yang sama diusulkan lagi 4 kelompok, 2018 keluar izin 5 lagi, jadi total yang sudah memiliki izin sebanyak 14 kelompok perhutanan sosial di Kabupaten Agam.
Disela-sela acara workshop Integrasi PHBM Dalam Perencanaan Pembangunan Nagari dan Daerah yang digelar KKI Warsi, Selasa (6/10), dijelaskannya, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mentargetkan, kawasan Perhutanan Sosial di Kabupaten Agam seluas 25 ribu hektar, lebih dari separuh target tersebut sudah terpenuhi.
Masih dalam tahun ini, akan terbit dua izin Perhutanan Sosial masing-masing Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Paninjauan Kecamatan Tanjung Raya dan LPHN Tigo Koto Silungkang Kecamatan Palembayan.
Dua pekan lalu kedua LPHN tersebut sudah memasuki tahapan verifikasi dari pusat, jika izin itu diterbitkan, total kelompok PS di Agam menjadi 16. Kendati begitu, Afniwirman menilai kelompok PS di Kabupaten Agam belum maksimal memanfaatkan legalitas yang sudah dimiliki. Buktinya, belum semua kelompok yang benar-benar mampu mendatangkan kesejahteraan terhadap pemanfaatan hutan itu.
Penyebabnya, disebabkan belum sinkronnya progam kelompok PS dengan pemerintah, baik pemerintah di tingkat nagari, kecamatan maupun kabupaten. Tidak terang Afniwirman, kelompok belum mampu memafaatkan fasilitasi perhutanan sosial sebagaimana tertuang dalam Pergub Nomor 52 tahun 2018, dalam Pergub itu sudah dijelaskan, anggaran pengelolaan perhutanan sosial dapat dialokasikan dari dana nagari, jelas Afniwirman.
Pengelola kelompok PS harus mampu merancang program kerja yang dapat disinkronkan dengan anggaran pemeritah nagari melalui musyawarah rencana pembangunan di nagari. Persoalannya, yang jadi kelemahan sekarang adalah kelompok pengelola belum mampu membuat program kerja yang akan diajukan pada musrembang di nagari.
Peningkatan kapasitas, bukan hanya terhadap kelembagaan, namun juga terhadap kemampuan merancang program kerja, sehingga keperluan pengelolaan hutan terakomodir di anggaran nagari. Workshop ini menjadi penting, kelompok akan dipandu menyusun hal tersebut, melalui simulasi musrenbang, kelompok dapat memahami mekanisme, jelas Afniwirman.(LUKMAN)