AGAM, marapipost.com-Pemerintah Daerah Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dituntut harus mampu bertindak tegas, apabila komitmen untuk mempertahankan lahan pertanian produktif, sebab areal pertanian produktif, terutama lahan sawah sudah jauh berkurang disbanding dengan tahun dua ribuan dulu.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Agam Hendrizal ketika dihubungi Minggu (13/4/2025) geram terhadap pergerakan semacam ini. Oknum petugas begitu mudahnya menerbitkan izin pengembangan perumahan bagi developer, berkedok lahan itu adalah lahan non pertanian, padahal, lahan itu sebelumnya adalah lahan pertanian malah lahan sawah berpengairan tetap.
Kenapa itu terjadi, kan sudah ada undang undangnya, dan kalau di Kabupaten Agam sudah ada Perbupnya, kenapa kok masih bias hal itu terjadi. “Saya akan angkat persoalan ini kelembaga, jangan jangan sawah sawah di Kabupaten Agam habis nanti”, jawab Wakil Ketua DPR Kabupaten Agam Henrizal dibalik gagang telepon selular.
Sepertinya perbuatan itu terstruktur, mulai dari tingkat bawah, hingga ke tingkat atas BPN, POPD penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Agam, yang punya kewenangan tentang. Oknum yang duduk dalam kewenangan itu diduga menggunakan dan memanfaatkan kesempatan itu.
Apakah Hendrizal akan berhasil menegakkan undang undan dan peraturan itu?, dilihat saja nanti. Sebab dalam lembaga wakil rakyat (DPRD) Kabupaten Agam itu ada juga pengusaha didalamnyam, ada juga pemborong parlemen DPRD Kabupaten Agam.
Media Onlinen Marapi Post (marapipost.com) belum lama ini menerbitkan berita dengan judul “Diprediksi Program Swasembada Beras Tidak Sukses Kabupaten Agam”. Berita ini sempat dipersoalan pihak pengembang, dan mengancam akan melaporkan kepada pihak penegak hukum. Alasan pengembang melaporkan, karena sudah mengantongi izin.
Kepala BPN/Agraria Kabupaten Agam, ketika dikonpirmasi terhadap penerbitan sertifikata lahan di Jorong Batang Piarau, dengan status tanah “Non Pertanian”, mengakui terlah menerbitkan sertifikat tersebut.
Pada sertifikat induk Kepala BPN mengakui, bahwa lahan tersebut adalah lahan sawah, pada pemecahan sertifikat, pemohon memohon untuk diterbitkan sertifikatnya jadi lajan Non Pertanian. Jadi pertanyaan, kenapa begitu gampangnya menerbitkan sertifikat yang tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya.
Diminta penjelasan itu secara tertulis, Kepala BPN/Agraria Kabupaten Agam, tidak bersedia, ia akan menerbitkan surat keterangan itu secara tertulis kalau atas permintaan penyidik. “Oh!, tidak bias pak, kami bias menerbitkan keterangan tertulis itu apabila diminta penyidik pak”, jelas Kepala BPN/Agraria dibalik gagang telepon genggam.[lk]