LUBUK BASUNG, marapipost.com-Luas panen padi sawah di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dari tahun ketahun terus berkurang. Pada tahun 2020, luas panen padi Kabupaten Agam berjumlah 74.717 hektar, pada tahun 2021 turun jadi 73.507 hektar, pada tahun 2022 turun lagi jadi 71.940 hektar, dan pada tahun 2023 turun lagi jadi luas panen 68.230 hektar.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Agam, Arief Restu menjawab pertanyaan Mi nggu (5/1) di Lubuk Basung menjelaskan, menurunnya luas panen juga berdampak terhadap menurunnya produksi padi dari tahun ketahun. Produksi padi pada tahun 2020 berjumlah 433.359 ton Gabah Kering Panen (GKP), pada tahun 2021 turun, sehingga produksi pada tahun 2021 berjumlah 427.045,80 ton GKP, turun sebanyak 6.313,2 ton.
Produksi padi pada tahun 2022 berjumlah 365.022 ton, turun 62.023,8 ton dibanding dengan produksi padi tahun 2021. Produksi padi pada tahun 2023 berjumlah 341.351,8 ton, turun dibandingkan dengan produksi padi pada tahun 2022 sebanyak 23.670,2 ton.
Kepala Dinas Pertanian Arief Restu, ketika diminta penjelasannya di Lubuk Basung Minggu (5/1/2025), mengakui, semenjak tahun 2020 hingga tahun 2024, produksi padi terus menurun. Menurunnya produksi di Kabupaten Agam, dipengaruhi beberapa faktor.
Selain disebabkan makin berkurangnya jumlah penyuluh pertanian yang akan membimbing petani melalui kelompok tani, juga dipengaruhi tidak tepatnya petani penggarap mendapatkan pupuk. Ketika petani penggarap butuh pupuk, pupuk tidak datang. Ketika petani penggarap tidak butuh pupuk lagi, karena usia tanam padi mereka sudah dewasa, pupuk baru datang.
Terlambatnya pupuk datang dari jadwal kebutuhan petani, karena berbelitnya birokrasi urusan pengadaan pupuk hingga sampai kelini IV Kios Pengecer. Pada zaman Orde Baru, petani mudah mendapatkan pupuk, kapan saja petani membutuhkan pupuk, pupuk selalu tersedia di kios pupuk, tapi kini tidak seperti itu lagi, pupuk tiba tidak saat petani membutuhkan.
Sulitnya untuk mempertahankan sawah berpengairan tetap, sebagaian ditanami petani dengan komoditi jagung. Menurut semestinya, lahan sawah berpengairan tetap, ditanami padi sawah, tetapi hal itu tidak berlaku, sebab sudah diatur dengan Undang undang Budi Daya Nomor 22 tahun 2019, Tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, dimana petani diberikan kebebasan untuk memanfaatkan lahannya untuk ditanami dengan komoditi bernilai ekonomis.
Penilaian petani, pada saat ini, petani menilai, menanam jagung, lebih menguntungkan bagi petani, karena, selain biaya usahanya budi dayanya rendah dan lebih mudah, harga gabah jagung lumayan tinggi, mencapai Rp5.500/kg, sementara produktivitasnya mencapai 8-9 ton/hektar, sementara produksi padi hanya mencapai 5,5-6 ton/hektar.
Selain itu, lahan sawah berpengairan, banyak yang alih fungsi dari lahan sawah berpengairan tetap digunakan untuk penggunaan lain, misalnya jadi perumahan, dan lainnya. “Kita tidak bisa mempertahankan terhadap komoditi yang harus dibudidayakan petani, sebab sudah diatur undang undang” jelas Arief Restu.
Tapi kalau terhadap keberadaan ketersediaan pupuk hingga sampai lini IV (Kios Pengecera) Presiden RI Prabowo Subianto sudah memangkas birokrasi pengadaan pupuk kebutuhan petani pangan sebelumnya berbelit, agar pupuk datang tepat waktu sampai dilini IV, “mudah mudahan ini jadi kenyataan”, imbuh Arief Restu.[lk]