PEKANBARU, Marapi Post-Sidang lanjutan kasus Tipikor Senin (22/8/2022) terhadap terdakwa dr Misri di Pengadilan Negeri Pekanbari, disidangkan Majelis Hakim dipimpin Effendi SH MH, anggota Iwan Irwan SH, dan Yanuar Anadi SH MH M Kn, Jaksa Penuntut Umum `Srimulyani Anom SH, menghadirkan sejumlah saksi, sidang berlangsung jarak jauh (video conference).
Sama dengan sidang sebelumnya, terdakwa dr Misri didampingi Penasehat Hukum Emi Aprijon SH dari Kantor Hukum Emi Aprijon SH & Patners, semakin menarik, sebab dari fakta yang terungkap dipersidang terhadap kasus ini ada yang sulit untuk difahami. Kasus ini, berawal dari dugaan konspirasi Marisa (KPU) Kabupaten Kepulauan Meranti dengan PT AJB dalam pengadaan Rapid Antibody pada tahun 2020.
PT AJB sebagai penyedia Rapid Antibody pada kegiatan tahapan Pilkada Kabupaten Kepulauan Meranti dalam masa pandemi Covid-19 tahun 2020. Menurut keterangan Marisa, rapid antibody sudah diserahkan kepada pada Dinas Kesehatan Meranti tertanggal 9 Juli 2020.
Sedangkan pelaksanaan rapid antibody di puskesmas-puskesmas se-Kabupaten Kepulauan Meranti mulai berjalan pada tanggal 10 Juli 2020. Pertanyaannya, apa mungkin hal ini dapat dilaksanakan mengingat wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari pulau-palau yang cukup sulit.
Pertanyaannya, kapan sampainya rapid antibody tersebut sampai ke titik bagi puskesmas-puskesmas se-Kabupeten Kepulau Meranti?. Untuk pelaksanaan distribusi rapid antibody dari Dinkes ke semua puskesmas minimal butuh waktu 1-2 hari.
Sedangkan rapid antibody tersebut baru diserah terimakan KPU dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 9 Juli 2020. Begitu mepetnya tenggang waktu, kapan rapid antibody tersebut disampaikan Dinas Kesehatan Kabupaten Kapulauan Meranti menyampaikan kepada seluruh titik puskesmas. Di sinilah tampak kejanggalannya.
Marisa mulai dapat berkomunikasi dengan PT AJB pada bulan Agustus 2020, melalui dr Misri (kadiskes saat itu). Mana mungkin alat rapidnya itu tersedia di bulan Juli 2020, disinilah kelihatan kejanggalan kedua.
Menurut aturan, KPU Meranti baru boleh pengadaan rapid antibody, setelah ada reviu dari BPKP Riau, karena KPU bukan instansi kesehatan, sementara hasil reviu BPKP Riau keluar tanggal 14 September 2020, mana mungkin rapid antibody sudah ada di bulan Juli 2020, ini kejanggalan ketiga.
Menyimak dari keterangan kesaksian Indra Purnama (Sopir Kadiskes). Menurut keterangan saksi dalam persidangan, Indra Purnama (Sopir Kadiskes), yang menjeput rapid ke KPU adalah di bulan November 2020 (berdasarkan BAP Indra Purnama pada kasus Pertama). Keterangan ini diperkuat oleh kesaksian Ishardi SKM selaku Pengurus Barang.
Begitu juga kesaksian Widya Hartila selaku kasubag TU Upt Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Meranti, bahwa serah terima pengembalian rapid antibody adalah pada bulan November 2020, inilah kejanggalan ke-4.
Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan; bukti, dan keterangan para saksi, saksi Marisa staf KPU Kabupaten Kepulauan Meranti, diduga telah memberikan kesaksian palsu di persidangan. Memberikan keterangan palsu, terang PH Emi Aprijon SH, diancam pidana penjara paling lama 7 tahun. Saksi Marisa diduga melanggar pasal 242 KUHP.
Pasal 242 KUHP berbunyi; Barangsiapa dalam hal-hal yang menurut peraturan undang-undang menuntut sesuatu keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu, yang ditanggung dengan sumpah, baik dengan lisan atau dengan tulisan, maupun oleh dia sendiri atau kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Dari sejumlah keterangan saksi-saksi yang dapat dihimpun dalam persidangan Senin (22/8/2022) terhadap terdakwa dr Misri ketika terlihat jelas, dari rangkaian keterangan para saksi terhadap keberadaan Rapid Antibody KPU Meranti dalam rangka tahapan pilkada tahun 2020, terlihat ada kejanggalan.
Ketika dikonfirmasi pada penasehat hukum terdakwa dr Misri, Emi Afrijon SH dari Kantor Hukum Emi Aprijon & Patners, dijawab Emi Aprijon; itu lah adanya keterangan para saksi-saksi. “Itulah adanya keterangan saksi-saki”, jelas PH Emi Aprijon SH.(rel/lk)