DELI SERDANG, marapipost.com-Konflik pertanahan di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, terhadap kegiatan proyek Deli Megapolitan (Citraland dengan PTPN 2, NDP), pada Sabtu (23/12/23), tokoh Melayu Sumatera Utara dijelaskan H. Tengku Daniel Mozard, yang juga selaku pemegang mandat penjaga, pengaman Asset dari Kesultanan Deli.
Bahwa selaku pemegang Mandat untuk menjaga, Mengamankan Asset Kesultanan sangat Keberatan dan sekaligus perihatin atas pola Investasi yang sedikitpun tidak Menghormati Kesultanan, Masyarakat Melayu dan Suku Serumpun.
Kegiatan Investasi tersebut mengabaikan Konteks Hukum Agraria, UU tentang Perbendaharaan Negara, PP tentang Pengolahan Barang Milik Negara serta PP 40 Tahun 1996 tentang HGU. Prihatin karena Anak Melayu dan suku serumpun terintimidasi secara fisik dan adminitrasi jeritan hari hari terdengar.
Apa dasar penggusuran, contohnya di sampali?, Klaim HGU 152?. Mari kita telaah, HGU asal muasal dari Nasionalisasi Hak Opstal, Hak Erpacht yaitu dari konsensi VDM dengan Kesultanan. UU Nomor 5 tahun 1960, tentang pokok pokok Agraria serta Permeneg Agraria no 5 tahun 1999, tentang Hak Ulayat Masyarakat Adat menetapkan, dengan berdiri NKRI maka takkan Menghapuskan Hak Ulayat Masyarakat Aadat.
Artinya konsensi Kesultanan tetap diakui secara Hukum, berakhirnya HGU menurut UU perbendaharaan Negara PP tentang pengelolaan Barang Milik Negara, PP 40 tahun 1996 tentang HGU yang Berinduk UU Nomor 5 tahun 1960 tentang pokok pokok Agraria.
Maka berakhirnya HGU seharusnya di serahkan pada Negara dan di terbitkan Sertifikat Tanah milik Negara yakni Sertifikat Hak Pengelolaan dan atas dasar itulah diterbitkan Sertifikat HGB, Jadi HGB di atas tanah milik Negara yakni HGB di atas Sertifikat Hak pengelolaan.
Faktanya, sertifikat HGB di area Konsensi, Eks HGU di beberapa tempat di Deli Serdang tidak disertakan Tanah Milik Negara atau Konsensi. Jadi adanya pengabaian Hukum pada Kesultanan dan Negara serta di lapangan (Rakyat yang Mengusai), sungguh sangat tidak etis, tidak beradab dan mengabaikan Hak hak pihak Kesultanan dan Rakyat. Apalagi menggunakan sertifikat HGU cacat, jelas mengarah kepada perbuatan melawan Hukum pasal 263-270 KUH Pidana.
Menggunakan seolah olah Akta Otentik padahal Cacat/Aspal. Selaku pengamanan Asset kesultanan maka akan mengadakan konsolidasi dengan Anak Melayu dan Suku Serumpun untuk mempertahankan Hak hak Anak Melayu dan Suku Serumpun untuk memperjuangkan Hak hak sesuai Ketentuan Hukum yang Berlaku.
Selanjutnya Tengku Alkadri (Turunan Soeloeng loet) selaku Panglima Laskar Melayu Sumut akan berupaya mengkonsolidasi dengan instansi terkait dan warga Melayu dan Suku Serumpun dalam upaya memulihkan hak hak (reclaiming action) Anak Melayu dan Suku Serumpun Secepatnya di 2024 ini untuk memulihkan harkat martabat Anak Melayu dan Hak Ulayatnya, terkhusus di Wilayah Kabupaten Deli Serdang. [Tim/Red/Rizky Zulianda]