PEKANBARU, Marapi Post-Sidang lanjutan Tipikor terdakwa dr Misri di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (12/9/2022) menampilkan saksi ahli Guru Besar Hukum Pidana dari Perguruan Tinggi Universitas Negeri Andalas (Unand) Padang, Prof DR H Elwi Danil SH MH, Pakar Hukum Pidana Prof DR H Elwi Danil SH MH, sebagai saksi ahli.
Para saksi itu tampil, berdasarkan surat tugas Dekan Fakultas Hukum Unand Padang Prof DR Busyra Azheri SH M Hum. Saksi diutus sebagai saksi dengan surat tugas Nomor 257/UN16.04.D/KP/2022, tanggal 25 Agustus 2022.
Pendapat hukum yang disampaikan Saksi Ahli; indikator yang didakwakan JPU bersinggungan dengan Nebis in idem. Alasan saksi, karena memiliki Karakteristik, jenis, dan sifat yang sama dengan kasus sebelumnya, kedua perbuatan memiliki objek yang sama, seharusnya penempatan kedua perbuatan dalam satu dakwaan dan tuntutan.
Lebih lanjut dijelaskan Prof DR H Elwi Danil SH MH; seharusnya kasus sekarang diintegerasikan dengan kasus sebelumnya untuk menghindari penuntutan dua kali terhadap perbuatan yang sama sifat, karateristik, dan jenisnya.
Karena telah dituntut dalam perkara sebelumnya, sesuai dengan Pasal 76 ayat (1) KUHP, dimana seseorang tidak boleh dituntut dua kali. Apalagi kasus kegiatan Rapid test Antibody Bawaslu telah divonis pada putusan PN Nomor 52/Pid.Sus-TPK/2021/PN Pbr, tanggal 15 Maret 2021 lalu.
Pada perkara sekarang ini muncul lagi, kasusnya juga terhadap kegiatan Rapid Test Bawaslu tersebut. Ini artinya, papar Prof DR H Elwi Danil SH MH, JPU tidak konsisten dalam menerapkan hukum pada terdakwa.
Sebagai pertimbangan Hukum tentang Nebis in idem terhadap perkara “a quo”; Sifat dan modus serta karateristik perbuatan sama dengan perbuatan yang telah di vonis, waktu terjadinya (Tempus Delicti) perbuatan hampir bersamaan, saksi yang diperiksa hampir sama atau tidak berbeda secara signifikan, objek masing masing perbuatan sama, perbuatan penggunaan alat rapid test Antibody di Bawaslu telah didakwa pada kasus sebelumnya.
“Jadi!, disimpulkan bahwa perbuatan yang didakwakan termasuk dalam satu kompleks perkara yang telah diputus sebelumnya”, ujar Prof Elwi Danil, dengan tegas memapartkan dengan penuh semangat. “Hal ini tidak boleh terjadi”, katanya lagi.
Seperti biasa, sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Effendi SH MH, Jaksa Penuntut Umum Kajari Kepulauan Meranti Sri Mulyani Anom SH, Beny Albert SH, dan Jenti Siburian SH. Sidang dimulai pukul 14.45 wib dan ditutup pukul 17.00 wib.
Sidang digelar secara online, saksi Ahli Pakar Hukum Pidana Prof DR Elwi Danil SH MH berada di ruang kerjanya memberikan keterangan secara virtual, Penasehat Hukum terdakwa Emi Afrijon SH & Patners, JPU, dan Majelis Hakim berada di ruang Sidang Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jl Teratai Kota Pekanbaru, sementara terdakwa berada di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru.
Terdakwa dr Misri diberi kesempatan bertanya kepada Ahli Hukum Pidana (Prof DR H Elwi Danil SH MH), diantaranya pertanyaan terdakwa dr Misri; Apakah seorang Penyelenggara Negara dalam upaya pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19, dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat membuat kebijakan (Diskresi) dapat dituntut secara hukum?.
Dengan tegas pertanyaan dr Misri dijawab Prof Elwi Danil SH MH, bahwa penyelenggara Negara tidak bisa dituntut, baik secara pidana maupun perdata, sepanjang yang bersangkutan mempunyai itikat baik untuk menyelamatkan masyarakat dari wabah Covid-19.
Pertanyaan dr Misri, lagi; apakah hasil audit dari lembaga tertentu dalam menghitung kerugian negara yang menggunakan data tidak lengkap, data tidak valid, dan data tidak akurat dapat digunakan untuk menghitung kerugian negara?.
Juga dengan tegas pakar pidana Unand Prof DR Elwi Danil itu menyatakan, data yang tidak lengkap, data tidak akurat, dan tidak valid jelas tidak dapat dipergunakan (dipakai) untuk menghitung kerugian negara. Begitu juga barang sitaan yang masih bernilai ekonomis, tidak dapat dijadikan kerugian negara, jelas Prof DR Elwi Danil.
Apa yang telah disampaikan Prof DR H Elwi Danil SH MH itu adalah benar, karena kasus pertama dan kasus kedua ini sama dan tidak berbeda secara signifikan, bahkan pada kasus pertama, pertanyaan penyidik, seluruhnya kegiatan rapid test.
Diantaranya; kegiatan rapid test KKP, kegiatan rapid test KPU, kegiatan rapid test Bawaslu, dan kegiatan rapid test pada masyarakat luas. Apa lagi kedua kasus ini terjadi di saat negara dalam situasi darurat kesehatan menghadapi wabah Covid-19, sesuai ketetapan Undang undang pemerintah nomor 2 Tahun 2020.
Dalam pasal Pasal 27 dinyatakan bahwa penyelenggara negara dalam upaya pencegahan dan penangan Covid-19, tidak dapat dihukum perdata dan pidana, sepanjang kegiatan tersebut dilakukam dengan itikat baik.
Menyimak terhadap keterangan saksi Ahli Pakar Hukum Pidana Prof DR H Elwi Danil SH MH selama persidangan, Penasehat Hukum terdakwa, Kantor Hukum Emi Afrijon SH & Partners, mempunyai pendapat yang sama dengan ahli terdebut, dan minta terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan JPU, terang Emi Afrijon SH.(rel/lk)